Total Tayangan Halaman

Senin, 18 Mei 2020

Cerita Pendek tentang Perjuangan Seorang Guru Muda

Anomali Kelas 3-E

Lembayung senja mencengkram tepian bebatuan karang, hamburan jinggapun pecah menyejukkan mata. Sepoi-sepoi hembusan angin memanjakan ku dalam lamunan yang panjang. “Kring ... kring,” ponselku berdering dan seketika memecah lamunan ku. Panggilan yang masuk itu adalah panggilan untuk mengajar di sebuah sekolah menengah atas yang terkenal sebagai sekolah anak-anak nakal. Jiwa ku tertantang untuk mengajar disana tapi keraguan mulai menyergap ku. Keraguan itu muncul karena rasa kurang percaya diri ku. Seorang wanita lugu seperti ku mendapat tanggung jawab besar untuk mendidik anak-anak nakal itu.

Senin, 20 januari 2022 adalah hari pertama ku mengajar di sekolah itu. Kejutan demi kejutan ku temui dihari pertama ku. Sekolah ini ternyata sungguh mewah dan bersih. Jujur dalam fikiran ku, aku berfikir bahwa sekolah ini kumuh, tidak berturan dan sangat kotor. Kejutan itu tidak berhenti disitu saja. Suasana ruang kantor yang begitu hening dan monoton membuat ku mulai mengantuk ketika harus menunggu untuk rapat hari ini. Semua mata memandangin ku dengan sinis dan desas-desis cemoohanpun mulai terdengar mengusik keheningan ku. Wajah ku yang lugu dan terkesan bodoh ini membuat semua mata meragukan kemampuan ku. Rasa terintimidasipun mulai ku rasakan. “Perkenalkan ini Ibu Shyfa Putri guru baru di sekolah ini dan akan mengajar materi pelajaran bahasa Jepang. Dia memang masih muda tapi kemampuannya cukup baik,” jelas kepala sekolah memperkenalkan ku. Ekspresi yang ku tangkap dari dari semua wajah disana adalah terkejut ketika mendengar aku akan mengajar bahasa Jepang. kebingungan kembali menyelimuti ku. “Maaf Pak ?, berarti Ibu  Shyfa ini akan mengajar di kelas bahasa, dan kelas yang tidak memiliki guru bahasa Jepang adalah kelas 3-E Pak. Apakah Ibu Shyfa ini akan di tempatkan disana Pak ?” Seorang guru tiba-tiba bertanya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. “Ia benar sekali, dan juga sekaligus menjadi wali kelas untuk kelas 3-E,” tegas Kepala Sekolah. “Apa ... ?” Semua orang diruang rapat ini serentak terkejut, dan itu membuat ku kaget dan semangkin berapi-api menerima tantangan itu. “Terimakasih Pak atas amanah yang diberikan ini dan saya akan bekerja keras untuk memberikan yang terbaik,” jawab ku dengan tegas dan bangga. “Apa ...?” Semua kembali terkejut mendengar jawaban ku. Kebingunganpun menyeruap dan menimbulkan berjuta pertanyaan besar untuk ku. Rapatpun selesai dan tidak satupun jawaban ku temui sampai akhirnya waktu  ku untuk beraksi pertamakalipun datang.

Lorong panjang yang terkesan mewah menghantarkan ku menuju kelas 3-E. Kelas ini begitu berbeda dan sangat mencolok dari kelas yang lainnya. Rasa penasaran ku sangat besar untuk segera bertemu siswa-siswi kelas ini. Aku buka pintu kelas itu dengan perlahan dan kejutanpun ku dapatkan. Tidak jelas bagi ku apa yang terjadi namun yang ku tau setelah membuka pintu banyak balon pecah dan kaca mata ku yang semula cemerlang kini kusam dipenuhi tepung. Kejutan ini sungguh luarbiasa untuk ku. “Terimakasih, ini sungguh luarbiasa, aku tidak akan melupakan ini semua,” ujar ku pada mereka sambil membersihkan kaca mata ku. Hari ini akan menjadi hari yang tidak terlupakan, karena hari ini aku mendapatkan sesuatu yang belum pernah ku dapatkan sbelumnya. “Selamat datang di kelas 3-E, selamat bersenang-senang,” salam dari penghuni kelas 3-E. “Itu adalah ucapan selamat datang yang sangat manis, dan tentunya saya akan bersenang-senang dengan kamu semuanya,” aku menjawab dengan tidak formal.

Suasana kelas itu cair dengan canda dann tawa, yang semula canggung dan tegang. “perkenalkan nama saya Shyfa Putri, dan saya adalah wali kelas baru di kelas ini sekaligus guru bahasa Jepang di kelas ini, salam kenal ya !” sapa ramah ku pada mereka semua. Tiba-tiba kelas menjadi hening setelah mendengar pengenalan ku. “Apa Ibu yakin akan menjadi wali kelas kami ?” Seorang siswa bertanya, dan mengejutkan ku. “Tentu, kenapa tidak,” Dengan percaya diri aku menjawabnya. Reaksi berbeda muncul di kelas ini mendengar jawaban ku. “Tidak semudah itu Bu, kami bukan siswa-siswi biasa yang mudah di tangani,” jelas seorang siswi yang merupakan satu-satunya siswi di kelas ini. Mendengar penjelasan siswi tersebut aku sempat merasa ragu dalam diam ku, namun ambisi untuk membuktikan kemampuan ku mengalahkan semua keraguan itu. “Tidak masalah, saya optimis bisa mendidik siswa-siswi 3-E ini,” senyum sumbringah menyertai jawaban ku. Suasana kelas kembali hening dan terasa mulai tegang. “Baiklah kita mulai dengan pengenalan, silahkan perkenalkan diri dimulai dari ujung sebelah kiri saya,” ujar saya memecah hening yang kemudian berlanjut dengan pengenalan. Hari yang panjang ini pun berakhir dengan penuh pertanyaan.

Gemercik ombak mengantarkan langkah ku menuju sekolah tempat ku berjuang dan bersenang-senang. Sepeda buntut yang telah menemani ku sejak masa SMA dulu masih setia mengantarkan ku menuju dunia baru ku. Sepanjang perjalanan ku, aku berfikir bahwa begitu luarbiasa sebuah Sekolah Menengah Atas yang begitu mewah berdiri di daerah kepulauan yang tidak begitu luas ini. Suatu hal yang perlu disyukuri terlempar jauh ke daerah orang namun menemukan daerah indah dan penuh kejutan.

Kelas 3-E, kelas yang begitu berbeda dan membuat ku semangkin penasaran apa yang membuatnya begitu berbeda. Waktu berputar cepat dan saat ku tiba untuk memberi pengajaran di kelas 3-E ini. Pintu kelas yang berwarna hitam penuh coret-coretan tak beraturan itu ku buka, dan pemandangan yang membosankan ku temui disini. Mereka semua duduk rapi menunggu ku, lalu apa yang membuat mereka berbeda masih menjadi pertanyaan bagi ku. Senyum ku hamburkan pada mereka dan aku pun duduk di kursi ku. Seketika aku duduk, tiba-tiba banyak bola-bola kertas berterbangan menuju ku. Setelah semua bola-bola kertas itu berujung dengan membentur ku, aku pun tertawa dan berkata “Sambutan luarbiasa di hari pertama saya mengajar, terimakasih,” suasana kelas yang semula hendak tertawa terbahak-bahak menjadi hening dan tegang,” saya disini untuk mencapai apa yang ingin saya capai, apapun yang kamu semua lakukan pada saya tidak akan berpengaruh apapun. Saya disini juga tidak memposisikan diri saya sebagai guru tapi teman bagi kamu semua. Kamu semua tidak perlu memanggil saya Ibu, cukup panggil nama saya Shyfa dan kita menjadi teman mulai hari ini.” Jelas ku panjang pada siswa-siswi kelas 3-E. Keheningan ini pun pecah menjadi riuh dengan bisik-bisik rencana baru untuk membuat ku menyerah. “Percuma, saya akan sangat menikmati semua jebakan yang kamu semua buat, baik itu di pintu, kursi, meja, papan tulis, jendela, hingga toilet. Saya sudah mengetahui semua rencana dan jebakan yang telah di persiapkan untuk menjebak saya. Untuk menghargai usaha kamu semua saya rela terlihat bodoh dengan terjabak jebakan yang telah di buat ini. Jangan tegang dan kawatir karena saya adalah teman kamu semua dan kamu tidak perlu merasa takut dan bosan dengan pelajaran saya kareena kita akan bermain dan bukan belajar,” penjelasan panjang lebar ku berikan pada mereka. Ekspresi bingung dan bertanya-taanya terlihat dari wajah mereka.

Proses belajar pun mulai tanpa kata apaun dari mereka yang menanggapi penjelasan ku. “Maaf Bu, ehh Shyfa, saya ingin menyampaikan kalau kamu ingin menjadi teman kami, kamu harus bisa bersenang-senang seperti kami bersenang-senang. Kami sangat menyukai games dan kami akan memberi kamu games setiap harinya selama sepuluh hari, jika dalam sepuluh hari kamu hanya gagal 2 kali maka kamu resmi menjadi bagian dari kami,”  penjelasan menantang dari Roby, ketua kelas 3-E. Mendengar pernyataan yang dijelaskan oleh Roby tadi membuat saya semangkin yakin bahwa mereka sedang membuka hatinya untuk menerima saya sebagai bagian dari mereka. “Ok, dengan senang hati saya menerimanya namun saya memiliki syarat. Jika saya berhasil menyelesaikan games dalam sepuluh  hari tanpa gagal maka kita semua sepakat untuk menjadikan kelas kita menjadi kelas terbaik tahun ini dan mengejutkan semua orang-orang yang telah meremehkan kita,” penerimaan dan tawaran ku pada mereka. Suasana kelas yang tegang mulai mencair dengan disepakatinya perjanjian tersebut. Proses belajar-mengajar berjalan dan berakhir. Mengambil kesimpulan dari yang telah aku lihat bahwa mereka adalah anak-anak terlalu pintar  yang kurang mendapatkan kesempatan untuk berekspresi dengan kemampuan mereka. Pertanyaan ku pun terjawab hari ini.

Hari demi hari ku lewati bersama mereka dan setiap harinya aku semangkin memahami dan mengetahui apa yang mereka mau sebenarnya. Hari ini adalah hari ke sepuluh yang merupakan hari penentu bagaimana pertemanan ini. Berjuta pertanyaan yang muncul di benak ku tentang apa yang akan mereka tanyakan pada ku. Games apa lagi yang akan diberikan pada mereka untuk ku.

“Shyfa ini pertanyaan terakhir untuk kamu, Apa yang membuat kamu optimis untuk mendidik dan menjadikan kami teman kamu ?” Tanya Roby sebagai perwakilan kelas menyampaikan  pertanyaan tersebut. “Saya sangat senag ketika kamu semua telah terbiasa memanggil nama saya dan bukan Ibu. Jawaban saya dari pertanyaan kamu semua adalah saya merasa kamu siswa-siswi 3-E adalah sama dengan saya. Karena berwajah polos dan terkesan bodoh semua orang mencemooh sebelum mengetahui siapa saya, dan merasa terintimidasi sehingga kesempatan untuk kita menjadi sesuatu itu sangat kecil bahkan jika di lihat sekilas nyaris tidak ada, namun saya yakin dengan bersama kalian saya bisa  menjadi lebih baik,” jawaban yang sangat emosional aku sampaikan.

Kelas hening sejenak mendengar jawaban dari ku dan kemudian mereka dengan serempak berkata “Kita adalah teman mulai hari ini, dan kita akan menjadi yang terbaik dari semua kelas yang ada di tahun ini.” Peristiwa yang begitu emosional membuat ku tidak bisa menahan air mata ku. Tekat bulat telah meneguhkan ku dan kelas 3-E untuk membuktikan kemampuan kami yang sebenarnya. Matahari seakan muncul di kelas 3-E memberi cahaya dan energi untuk kami berjuang mencapai target yang kami inginkan.

Kelas 3-E berhasil menjadi kelas terbaik dengan meluluskan semua peserta didiknya di University terbaik. Kerja keras selama satu tahun dengan tujuan yang sama dan meraihnya bersama-sama, aku  Shyfa Putri bersama kelas 3-E berhasil membuktikan siapa kami sebenarnya dan bagaimana kami seharusnya di perlakukan. Tidak ada manusia bodoh karena manusia pada hakikatnya adalah mahluk pendidikan yang berkemampuan untuk di didik, mendidik diri, dan mahluk yang dapat di didik.

“Gapai mimpi mu sampai cemoohan itu berubah menjadi pujian”


1 komentar:

Siapakah nama anda ?