1. Makna Filsafat Pancasila
Budaya dan peradapan
yang luhur dan unggul akan berkembang berdasarkan nilai-nilai (moral) agama dan
IPTEK. Budaya dan peradaban modern mengakui bahwa perkembangan IPTEK dan
kebudayaan manusia bersumber dan dilandasi oleh ajaran nilai filsafat. Sistem
Filsafat dan cabang-cabangnya termasuk sistem ideologi, karena ideologi
mendasari cara berfikir dan pandangan manusia seperti filsafat yang mendasari
perkembangan IPTEK dan kebudayaan manusia itu sendiri.
Dikatakan sebagai
filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang
dilakukan oleh the founding father
kita, kemudian dituangkan dalam suatu “sistem” yang tepat. Sedangkan menurut
Notonagoro, Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu
tentang hakekat dari Pancasila.
2. Hakikat
Nilai-Nilai Filsafat Pancasila
Bangsa
Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk memegang dan
menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai dan moral bangsa. Secara
epistemologikal bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan moral yang
terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi dan kritalisasi
dari sistem nilai budaya bangsa dan agama yang kesemuanya bergerak vertikal dan
horizontal serta dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya untuk
mensinkronkan dasar filosofia-ideologi menjadi wujud jati diri bangsa yang
nyata dan konsekuen secara aksiologikal bangsa dan negara Indonesia berkehendak
untuk mengerti, menghayati, membudayakan dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini
dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat dan sekolah.
Refleksi filsafat yang
dikembangkan oleh Notonegoro untuk menggali nilai-nilai abstrak, hakikat
nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya
yang berujud konsep pengamalan yang bersifat
subyektif dan obyektif. Pengamalan secara obyektif adalah pengamalan di bidang
kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu
perangkat ketentuan hukum yang secara hierarkhis berupa pasal-pasal UUD,
Ketetapan MPR, Undang-undang Organik dan peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya. Pengamalan secara subyektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh
manusia individual, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat
ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan
sikap dalam hidup sehari-hari.
Nilai-nilai yang bersumber dari
hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika
Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah untuk memiliki sifat dan
keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi
Kebangsaan, berperi Kerakyatan dan berperi Keadilan Sosial. Konsep Filsafat
Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila.
3. Pancasila dalam Pendekatan Filsafat
Pancasila
dalam pendekatan filssafat akan dibahas menjadi dua bagian yaitu :
a)
Nilai- nilai yang terkandung dalam
pancasila
Nilai-nilai yang
terkandung yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
nilai keadilan. Nilai itu sendiri adalah suatu penghargan atau kualitas
terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia.
b)
Perujudan nilai pancasila sebagai norma
bernegara
Nilai-nilai luhur
tersebut kemudian disepakati oleh para pendiri negara sebagai dasr filsafat
negara indonesia merdeka yang kemudian bernama Pancasila. Dengan demikian
pancasila filsafat negara yng lahir sebagai cita-cita bersama atau collegtive
ideologi dari seluruh bangsa indonesia. Dikatakan sebagai filsafat karena
pancassila itu merupakan hassil pernungan jiwa yang mendalam yang dilakukan
oleh para pendiri negara indonesia. Secara ontologis, epistemologis dan
aksiologis sistem filsafat pancasila mengandung ajaran tentang potensi dan
martabat kepribadian manusia. Aagar lebih jelas mengenai Pancasila sebagai
kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, epistemologis dan aksiologis
:
1)
Dasar Ontologis
Selanjutnya Pancasila
secagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila
yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar
kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makluk
individu sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta kedudukannya sebagai
makluk pribadi yang berdiri sendiri juga sekaligus sebagai maakluk Tuhan.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai
nilai Pancasila yang merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat
manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian seluruh nilai
nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia.
Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus
dijabarkan dan bersumberkan pada nilai nilai Pancasila, seperti bentuk negara,
sifat negara, tujuan negara, tugas dan kewajiban negara dan warga negara,
sistem hukum negara, moral negara dan segala sapek penyelenggaraan negara
lainnya.
2)
Dasar Epistemologis
Kajian epistimologi
filsafat pancasila dimaksudkan sebagai
upaya untuk mencari hakekat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
dimungkinkan karena epistimologi merupakan
bidang filsafat yang membahas hakekat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu).
Kajian epistimologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Oleh karena itu dasar epistimologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan
konsep dasarnya tentang hakekat manusia.
Sebagai
suatu paham epistimologi, maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakekatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan
suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Pancasila
secara epistimologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
3)
Dasar Aksiologis
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya
membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang
Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki
satu kesatuan dasar aksiologis, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila pada hakekatnya juga merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya aksiologi
Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak
yang dapat juga diartikan sebagai “keberhargaan”
(worth) atau “kebaikan” (goodnes), dan
kata kerja yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau
melakukan penilaian.
Secara
aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa
Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa
Indonesia itulah yang menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan
perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan atau penghargaan itu
telah menggejala dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan menusia dan bangsa
Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya
dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia.
-SEMOGA BERMANFAAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Siapakah nama anda ?